Rabu, 20 Agustus 2014

karena itu, aku berdoa

aku berdoa agar hadir cahaya
karena jiwaku gelap gulita
aku bermohon agar dianugerahi ketenangan
karena hatiku gelisah tak ketulungan
aku bersimpuh meminta keikhlasan menerima segala keputusan
karena diriku belum mampu merelakan segala kehilangan
aku berdoa agar Engkau mengampuni dosa
karena aku penuh berlimang noda
aku bermohon agar memberi perkenan
karena aku tak layak meminta untuk dikabulkan
aku menengadahkan tangan mengemis kasih sayang
karena jiwaku masih penuh dengan api dendam tak terbilang
aku bersimpuh bersujud meletakkan wajah di atas tanah
agar angkuhku tak lagi mendongakkan kepala menengadah
aku berdoa
karna tiada bagiku daya dan tenaga

Selasa, 19 Agustus 2014

di 69 tahun usiamu

berjajar pulau bagai mutu manikam
tersekat laut dan selat sebagai penambah keindahan
bersatu dalam segala keragaman
Sriwijaya telah menunjukkan
bahwa laut adalah nadi nusantara
Majapahit juga telah membuktikan
bahwa laut tidak pernah memisahkan
malah justru menghubungkan
agung masa lalu di mata dunia
kekuatan besar bernama Nusantara
terkagum seluas mata memandang
keindahan surga bernama Nusantara
lalu ketakutan dan kekerdilan mulai merusak dan menghancurkan
laut tak lagi dianggap sebagai penghubung
setelah Paregreg menenggelamkan seluruh jembatan laut Nusantara
kapal-kapal besar warisan Sang Laksamana Nala
para pemimpin tak lagi terpikir untuk saling terhubungkan
malah lebih senang sembunyi di pojok-pojok kekerdilan
Demak mencoba membangkitkan
kandas di Malaka kemudian sirna setelah Unus meregang nyawa
dan...
pudar serta padamlah kebesaran Nusantara
negeri dongeng bagai surga
Tiga ratus tahun kemudian, bangkitlah kesadaran para pemuda
menyebut negeri ini tak lagi Nusantara
berganti nama menjadi Indonesia
mengikrarkan mereka sumpah untuk kembali membangun kebesaran Nusantara
sebuah sumpah sebagaimana sumpah Sang Gajah Mada
meski dengan nada yang sedikit berbeda
Berbangsa satu Bangsa Indonesia
Berbahasa satu Bahasa Indonesia
Bertanah air satu tanah air Indonesia
Dua windu kemudian Soekarno bersama Hatta memproklamirkan
lahirnya sebuah bangsa bernama Indonesia
di bawah todongan senapan Jepang yang sedang kalah perang
bersusah payah untuk kembali saling mengikatkan
beberapa teman perjuangan mulai kehilangan pegangan
mencoba menggunting dalam lipatan
hayalan kebangkitan Nusantara jaya berada dalam ancaman
meski akhirnya dapat terselesaikan
Kini, setelah 69 tahun sejak kelahiran
masih saja layak untuk mempertanyakan:
Sudahkah Indonesia berjalan menuju Nusantara Jaya?
Sudahkah Indonesia mampu menjadikan laut kembali sebagai jembatan penghubung, bukan pemisah antar nusa?
Sudahkah kita saling membahu untuk saling melengkapi sehingga perbedaan dan keragaman bukan penghalang untuk saling menghormati dan menghargai?
Sudahkah tata tentrem kerta raharja dan loh jinawi mulai melingkupi?
ataukah..
masihkah kita menjadi Trenggono-Trenggono yang menganggap kematian saudaranya sebagai berkah bagi kehidupan dan kejayaannya?
masihkah kita hanya memiliki keinginan untuk mengagungkan diri sendiri meski dengan mencaci saudara bahkan orang tua sendiri?
masihkah kita hanya memikirkan kesejahteraan sendiri dan tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekeliling diri?

Selamat Ulang Tahun Negeriku...
Dirgahayu Bangsaku...

Minggu, 03 Agustus 2014

rindu....

kembali merindumu
di malam-malam sunyiku
kadang serasa hampa
kadang serasa sirna
menggigil seluruh tubuh dan jiwa
dingin dalam rindu tanpa masa
belai yang menyeruak dalam hayal raga
kembali membadai bekukan sukma
hangat sentuh pada pori-pori muka
alirkan dahsyat gelombang cinta
padamu aku merindu
padamu aku mencinta
padamu aku mengharap
hadir dalam wujud beda
menyatu dalam raga beda
entah raga siapa
entah lagi dimana
entah kapan waktunya
aku hanya berharap
semoga segera
pada raga yang denyutku pun berdetak serupa
yang kadang hampir tak lagi 'srenta'
untuk memeluk dan menciuminya

Selasa, 27 Mei 2014

Isra' Mi'raj (masihkah kami mampu merenungi?)

entahlah...
masihkah kami mengerti dan memahami
makna dan esensi peringatan tawajuhanmu dengan Tuhanmu?
masihkah kami merenungi esensi dari penghadapanmu di sidratil muntaha?
masihkah kami mensyukuri kegigihanmu untuk meringankan peribadahan kami?

mungkin...
kini kami mulai lupa akan makna dan esensi
kini kami mulai merayakannya sebagai sebuah pesta
kini kami mulai tidak lagi mampu merenungi nilai-nilai agung peristiwa yang kami peringati

Isra Mi'raj...
kisah perjalanan jiwamu melintas bumi
mengunjungi tempat-tempat suci
kisah penghadapanmu kepada Sang Maha Suci di tempat paling suci
untuk menerima perintah paling esensi

wahai Nabi kami...
maafkan kami karna kami tak lagi berani menyebutmu sang kekasih hati
maafkan kami karna kami tak lagi berani memanggilmu dengan sepenuh hati
kami mulai lalai...
lalai akan makna dan esensi
lalai akan ajaran-ajaran luhur yang mestinya kami pegangi

sikap dan tingkah kami terlalu sering menyelisihi segala tauladan dan suri
ibadah-ibadah kami mungkin tinggal tersisa dalam gerakan-gerakan kami
tak lagi makna melingkupi
tak lagi denyut mengaliri
tak lagi suci melandasi

maafkan kami wahai sang Rasul
semoga engkau tak masygul
semoga engkau memohonkan petunjuk kepada Sang Maha Unggul
agar kami kembali pada sejati ajaranmu Rasul

amin

Senin, 07 April 2014

marah...

api menyambar diriku
membakar kepala, dada, tangan dan kakiku
membakar pikiran, hati, dan jiwaku
menguapkan telaga di relung jiwaku

gersang sudah telagaku
kering sudah mata air kejernihanku
tinggal bara kemarahan berkobar di kepala dan dadaku
tinggal jelaga hitam menggisi relungku

lahar panas meloncat-loncat keluar dari mulutku
kobaran dendam memancar dari mataku
memerahkan segala yang ada di hadapku

api menyambar diriku
semoga hujan rahmat segara tercurah di atasku
semoga perkenan mengiringi harapanku

dalam rindu

kembali desir menggelitikku
dari lelap yang belum lama berlalu
hanya sunyi senyap di sekelilingku
berpaling pada sisi di mana biasa engkau menemaniku
melelehlah apa yang mesti mengalir dari mataku
aku merindumu kekasihku
aku menantimu di lelap malamku
kepalaku merindumu
   wajahku merindumu
      mataku merindumu
         hidungku merindumu
           dadaku merindumu
              tanganku merindumu
                 kakiku merindumu
                    hatiku merindumu
               nadiku merindumu
          detakku merindumu
     poriku merindumu
seluruh tubuhku merindumu
raga jiwaku merindumu

berat menindih dadaku
sesak menyempit nafasku
dalam desahku
perlahan ku sebut Asma-Nya dan namamu
bersama nafas keluar dari kerongkongku


Selasa, 28 Januari 2014

...dan bumi pun kembali menggeliat...

entah tlah berapa lama
tak lagi kita perhatikan bumi
entah tlah berapa lama
tak lagi kita pedulikan pertiwi
hingga...
setelah beberapa waktu
setelah menunggu beberapa saat
dalam dingin yang terus menyayat
akhirnya...
bumi pun menggeliat
porak porandakan segala yang berdiri di kulitnya
luluh lantakkan semua yang menancap di kulitnya
telah lama kita lupa
bahwa kita hanyalah manusia
bukan Tuhan semesta
telah lama kita alpa
bahwa kita adalah wakil yang mesti memelihara
bukan tuan yang bisa berlaku sewenangnya
dan alam pun memperingatkan kita
memberitahu betapa pori-porinya tlah kita matikan
hingga tak lagi mampu menyerap segala yang ditumpahkan
hingga dingin menggigilkan tubuh bumi
hingga bumi mesti menggeliat untuk menyadarkan kelalaian manusia
dan...
selaksa ketakutan merasuki jiwa kami
untuk sesaat jiwa kami kembali sadar diri
bahwa alam bukan dalam kendali kami
bahwa kami makhluk tak berdaya yang mesti berpasrah diri
bahwa kami ....
ah, semoga bumi tak bangkit berdiri.

Rabu, 08 Januari 2014

muhasabah

mencoba ku memahami
bahwa aku tak punya apa-apa
bahwa aku tidak memiliki daya apapun jua
bahwa tak ada kekuatan pada diri hamba
bahwa semua adalah kehendak-Nya

pengetahuanku adalah karunia
kemampuanku adalah karunia
pengabdianku adalah karunia
kelebihanku adalah karunia
semua adalah karunia
semua adalah anugerah dari Sang Segala Maha

lalu, mengapa tetap saja aku merasa memiliki segala apa
mengapa tetap saja aku merasa mampu melakukan segala
mengapa tetap saja aku merasa boleh menentukan apa saja

oh...untuk apa kesadaranku
jika tak membawaku pada kesejatian diri
oh...untuk apa pengetahuanku
jika tak membawaku pada pemahaman sejati
oh...betapa bodoh dan naifku
masih saja aku merasa berkesadaran dan berpengetahuan
bukankah aku bukan apa-apa dan tak memiliki apa-apa?
bukankah segala yang adalah karunia karena keluasan rahmat-Nya?

mohon perkenan agar mampu ku syukuri segala yang terjadi...
amin