dua sembilan atau tiga puluh hari penuh cahaya
memancar menebar ciptakan piramida cahaya
dengan bintang bernama taqwa di puncaknya
Tiga tebing mesti didaki
agar semakin mendekati gemerlap cahaya
Tiap tebing mesti ditempuh dalam 10 hari
sebagaimana dalam sabda
Cahaya rahmat barokah untuk 10 hari pertama
lapang dada bagi maaf dan ampunan di 10 hari kedua
dan indahnya keselamatan dari segala bari di hari-hari akhirnya
Hanya dengan mendaki ketiganya
kita kan cium wangi surga
ketika cahya taqwa memancar dari jiwa
Sudah sampai tebing manakah kita?
Sudahkah kita di gerbang ketiga ketika pintunya hampir di buka?
Atau masih di tengah perjalanam tebing kedua?
Ah, semoga kita tidak termasuk yang belum melangkahkan kakinya
menuju tebing pertama
Senin, 30 Agustus 2010
Minggu, 29 Agustus 2010
Engkau...
engkau tetaplah engkau
penghias relungku
pengisi hampaku
cahaya mataku
engkau adalah engkau
barisan 8 huruf yang slalu getarkanku
mengobar wujud bagi mimpi-mimpiku
engkau tetaplah engkau
kerlip indah dalam gelapku
sinar putih dalam hitamku
penghias relungku
pengisi hampaku
cahaya mataku
engkau adalah engkau
barisan 8 huruf yang slalu getarkanku
mengobar wujud bagi mimpi-mimpiku
engkau tetaplah engkau
kerlip indah dalam gelapku
sinar putih dalam hitamku
Perjalanan Ramadlan
melihat kembali apa yang telah berlari
hari-hari dengan hamparan rahmat dan barokah
telahkah menyati dalam diri?
menghitung kembali rahmat yang mampu ditebar
ternyata masih kurang dari satu biji
hari-hari dengan lapang ampunan hampir berakhir
namun hati masih penuh dendam dan dengki
belum juga mampu tebar ma'af pada diri
apalagi pada lain pribadi
kembali bertanya pada sejati diri
akan hikmah yang ku dapat sejauh ini
ketika gerbang kesematan dari segala api
tertampang megah di depan hari
akan kepantasan masuki wilayah aman
daerah keselamatan dari segala api
yang kini membuka lebar pintung gerbangnya
akankah kembali Ramadlan sisakan sepi
karena diri tak mampu resapi segala hakiki?
akankah Ramadlanku kembali sia
tanpa setetes rahmat mampu kembali ku cerna?
akahkah kembali tak mampu ku nikmati
lega lapang dada karna ma'af yang tertebarkan
sebab dendam dengki kini mati?
akankah kembali belum mampu ku rasakan
sejuk jiwa padamnya bara?
hari-hari dengan hamparan rahmat dan barokah
telahkah menyati dalam diri?
menghitung kembali rahmat yang mampu ditebar
ternyata masih kurang dari satu biji
hari-hari dengan lapang ampunan hampir berakhir
namun hati masih penuh dendam dan dengki
belum juga mampu tebar ma'af pada diri
apalagi pada lain pribadi
kembali bertanya pada sejati diri
akan hikmah yang ku dapat sejauh ini
ketika gerbang kesematan dari segala api
tertampang megah di depan hari
akan kepantasan masuki wilayah aman
daerah keselamatan dari segala api
yang kini membuka lebar pintung gerbangnya
akankah kembali Ramadlan sisakan sepi
karena diri tak mampu resapi segala hakiki?
akankah Ramadlanku kembali sia
tanpa setetes rahmat mampu kembali ku cerna?
akahkah kembali tak mampu ku nikmati
lega lapang dada karna ma'af yang tertebarkan
sebab dendam dengki kini mati?
akankah kembali belum mampu ku rasakan
sejuk jiwa padamnya bara?
Selasa, 10 Agustus 2010
Ramadlan
coba ikhlas dalam senyum
sambut tamu yang lagi turun
bukan kata rindu pemanis bibir
bukan ucap senang sebagai sindir
tapi bunga hati yang bermekaran
tuk di sebar di sepanjang jalan Ramadlan
coba tulus dalam riang
siapkan segala sesajian
bernampan sajadah panjang menghampar
dengan tadarus sebagai sajian pembukaan
agar nikmat sujud dapat dirasakan
agar lezat malam dapat dituntaskan
dalam putaran manik-manik tasbih alam
berterangkan cahaya keimanan
agar megah meja perjamuan
duduk melingkar kemilau mutiara kesucian
pada wajah-wajah setelah jiwa dibersihkan
Marhaban ya Ramadlan,
ku harap hadirmu bantu jernihkan jiwaku
larutkan noda di cermin hatiku
biar bening seperti dulu
kala raga belum menyatu
sambut tamu yang lagi turun
bukan kata rindu pemanis bibir
bukan ucap senang sebagai sindir
tapi bunga hati yang bermekaran
tuk di sebar di sepanjang jalan Ramadlan
coba tulus dalam riang
siapkan segala sesajian
bernampan sajadah panjang menghampar
dengan tadarus sebagai sajian pembukaan
agar nikmat sujud dapat dirasakan
agar lezat malam dapat dituntaskan
dalam putaran manik-manik tasbih alam
berterangkan cahaya keimanan
agar megah meja perjamuan
duduk melingkar kemilau mutiara kesucian
pada wajah-wajah setelah jiwa dibersihkan
Marhaban ya Ramadlan,
ku harap hadirmu bantu jernihkan jiwaku
larutkan noda di cermin hatiku
biar bening seperti dulu
kala raga belum menyatu
Minggu, 08 Agustus 2010
biar Engkau saja yang tahu
tegar ini adalah topeng
tuk tutupi rapuhku
senyum ini adalah tirai
tuk sembunyikan tangisku
kata-kata bijak ku paksa jadi selimut
tuk bungkus culasku
tapi sampai kapan ku mampu bertahan?
entah sampai kapan ku mampu pertahankan?
pandang kasihan orang sekitar
membuatku jijik tuk ungkap kenyataan
kata aku mengerti yang diberikan
memaksaku tuk terus sembunyi di balik tirai dan topeng
mereka kira aku begitu rapuh
hingga mesti patut mendapat kasihan
mereka anggap aku begitu goncang
hingga tak mengerti kenyataan
aku akui kebenaran suara di telinga kiri kanan
tak ku ingkari rapuh dan goyang sendi kehidupan
tapi,
ku berpikir tiap orang punya masing-masing jalan kehidupan
tidak ada yang lebih berat
pun yang lebih ringan
tak patut mereka menaruh kasihan
tak layak pula mereka mencoba memberi pengertian
hanya pada-Mu ku coba kembalikan segala
hanya pada-Mu ku ingin sandarkan semua
hanya pada-Mu ku harap tempatku bergantung satu-satunya
biarlah dalam pandang dunia segala tegar jiwa
biarlah dalam mata manusia senyum dan tawa
biarlah kaca mata sesama tampak kebijakan kata
ku ingin hanya mengeluh,
mengadu pada-Mu
hanya pada-Mu
Pemilik semestaku
raga dan jiwaku
tuk tutupi rapuhku
senyum ini adalah tirai
tuk sembunyikan tangisku
kata-kata bijak ku paksa jadi selimut
tuk bungkus culasku
tapi sampai kapan ku mampu bertahan?
entah sampai kapan ku mampu pertahankan?
pandang kasihan orang sekitar
membuatku jijik tuk ungkap kenyataan
kata aku mengerti yang diberikan
memaksaku tuk terus sembunyi di balik tirai dan topeng
mereka kira aku begitu rapuh
hingga mesti patut mendapat kasihan
mereka anggap aku begitu goncang
hingga tak mengerti kenyataan
aku akui kebenaran suara di telinga kiri kanan
tak ku ingkari rapuh dan goyang sendi kehidupan
tapi,
ku berpikir tiap orang punya masing-masing jalan kehidupan
tidak ada yang lebih berat
pun yang lebih ringan
tak patut mereka menaruh kasihan
tak layak pula mereka mencoba memberi pengertian
hanya pada-Mu ku coba kembalikan segala
hanya pada-Mu ku ingin sandarkan semua
hanya pada-Mu ku harap tempatku bergantung satu-satunya
biarlah dalam pandang dunia segala tegar jiwa
biarlah dalam mata manusia senyum dan tawa
biarlah kaca mata sesama tampak kebijakan kata
ku ingin hanya mengeluh,
mengadu pada-Mu
hanya pada-Mu
Pemilik semestaku
raga dan jiwaku
Minggu, 01 Agustus 2010
Cahaya Jiwa
tetaplah engkau cahaya jiwa
pelita hati
lentera sukma
tak pernah padam
dalam dingin kabut kelam
tak mungkin hilang
dalam dahsyat topan kehidupan
meski redup dalam tangisan
meski kerlip dalam gelap kegundahan
tetaplah engkau cahaya jiwa
pelita hati
lentera sukma
nyalamu abadi dalam hati
memberi hangat relung-relung terdalam
sinarmu benderang tembus batas ruang
kirimkan terang ceruk jiwa terkelam
tetaplah engkau cahaya jiwa
pelita hati
lentera sukma
menjadi kita penuh cahaya
lebur redup aku dan engkau
menjadi kita pancarkan megah kilau
meski kini
bersemayam dalam satu raga
tetaplah engkau cahaya jiwa
pelita hati
lentera sukma
kekasih hati
pasangan jiwa
pelita hati
lentera sukma
tak pernah padam
dalam dingin kabut kelam
tak mungkin hilang
dalam dahsyat topan kehidupan
meski redup dalam tangisan
meski kerlip dalam gelap kegundahan
tetaplah engkau cahaya jiwa
pelita hati
lentera sukma
nyalamu abadi dalam hati
memberi hangat relung-relung terdalam
sinarmu benderang tembus batas ruang
kirimkan terang ceruk jiwa terkelam
tetaplah engkau cahaya jiwa
pelita hati
lentera sukma
menjadi kita penuh cahaya
lebur redup aku dan engkau
menjadi kita pancarkan megah kilau
meski kini
bersemayam dalam satu raga
tetaplah engkau cahaya jiwa
pelita hati
lentera sukma
kekasih hati
pasangan jiwa
Langganan:
Komentar (Atom)