Jumat, 17 Agustus 2012

67 Tahun t'lah Berlalu (Sebuah Refleksi)

Hari ini, pukul 10.15
enam puluh tujuh tahun lalu
Soekarna membacakan ikrar anak bangsa
tegaskan kelahiran sebuah negeri bernama Indonesia
bersama Hatta yang mendampingi setia

Enam puluh tujuh tahun lalu
Proklamasi tlah menyatukan keragaman suka bangsa, ras,
agama, bahasa yang bertebaran di sepanjang gugusan nusa khatulistiwa
Bersatu padu lupakan segala perbedaan
Bergandeng tangan melangkah menuju harapan

Enam puluh tujuh tahun lalu
Para orang tua kita telah bersepakat bersama
Bergerak bersinergi membangun bangsa
Membangun jiwa-jiwa merdeka
Melahirkan karakter-karakter juara
Dalam pekik MERDEKA bersama kepal meninju udara
Melangkah ke gelanggang dunia dengan tegak kepala
Menatap masa depan sejahtera jiwa raga

Kini, setelah enam puluh tujuh tahun berlalu
Negeri yang kalian angankan belum juga ketemu
Rendah diri masih belum beranjak dari dulu
Jiwa-jiwa kerdil memilih menghamba daripada merdeka
entah menghamba harta, kuasa, atau kekuasaan di luar sana
Belum mampu juga kita tegak kepala, masih menunduk-nunduk patuh
pada kekuatan di luar diri kita

Kini, setelah enam puluh tujuh tahun lewat
Kebersamaan seakan sudah tidak lagi kuat mengikat
Perbedaan dijadikan barang untuk saling laknat
Agama dijadikan alasan untuk saling hujat
Suku, ras, bahasa dijadikan sumber menghilangkan perekat

Kami malu padamu wahai para pendahulu
Keangkuhan membuat kami tak pernah padu
Ketumpulan jiwa membuat kami berpikir seakan paling tahu

Belum cukup kami menjadi bijaksana
untuk melihat beda sebagai alat untuk bekerja sama
Masih terlalu pagi bagi kami untuk pahami
Bahwa keragaman adalah sumber kekuatan
Bahwa perbedaan adalah sumber kepaduan
Bahwa laut-laut kita adalah alat untuk saling menghubungkan
bukan batas yang memisahkan

Setelah enam puluh tujuh tahun berlalu
tampaknya kita perlu termangu
termenung untuk temukan makna baru
bahwa merdeka sebenarnya adalah merdeka jiwa
   bukan sekedar terusirnya para 'walanda'
bahwa penjajahan bukan hanya penjajahan raga
   bahkan penjajahan jiwa jauh lebih berbahaya
bahwa musuh kemerdekaan bukan sekedar para penakluk dari luar sana
  namun musuh paling berbahaya adalah yang ada di dalamnya
   dalam beragam topeng yang menutupinya
     dalam beragam pakaian yang dikenakannya
        dalam beragam visi bohong yang melapisinya

atas nama kebebasan
  mereka bisa mengkrangkeng kebebasan
atas nama kemerdekaan
   mereka dapat meniadakan kemerdekaan
atas nama kesejahteraan
   mereka mampu membakar kesejahteraan
atas nama bangsa
   mereka sering menjual bangsa
atas nama rakyat
   mereka kerap mengkhianati rakyat

Setelah enam puluh tujuh tahun berlalu
masih beginilah.......INDONESIAKU